Askep Ca Gaster
A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di
abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk
tabung-J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas
normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara otomatis lambung terbagi atas fundus,
korpus, dan antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat
cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura
mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke
dalam lambung dan mencegah rufluks isi lambung memasuki esofagus kembali.
Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah
kardia. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum
dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjasinya aliran balik isi
usus halus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena
dapat mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai
komplikasi dari penyakit tukak lambung. Abnormalitas sfingter pilorus dapat
pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila serat-serat
otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal
berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan
memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini
mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat-obatan adrenerfik
yang menyebabkan relaksasi serat-serat otot.
Lambung terdiri dari empat lapisan. Tunika serosa atau
lapisan luar merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium
viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan terus memanjang
ke arah hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu
organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum minor
(dikenal juga dengan nama ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis)
menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura
mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum mayus, yang menutupi usus
halus dari depan seperti apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang
sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pancreatikum) akibat komplikasi
pancreatitis akut.
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis
tersusun dari tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal
di bagian luar, lapisan sirkuler di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam.
Susunan serat otot yang unik ini memungkin berbagai macam kombinasi kontraksi
yang diperlukan untuk memecahkan makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya
ke arah duodenum.
Submukosa terdiri dari jaringan areolar jarang yang
menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan
mukosa bergerak bersama gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung
pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun dari lipatan-lipatan
longitudinal yang disebut rugae. Dengan adanya lipatan-lipatan ini lambung
dapat berdistensi sewaktu diisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada
lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya.
Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan
mukus. Kelenjar mukus atau gastrik terletak di fundus dan hampir pada seluruh
korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel
zimogenik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi
pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan
faktor intrinsik. Faktor intrinsk diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di
dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan pernisiosa.
Sel-sel mukus (leher) di temukan di leher fundus atau kelenjar-kelenjar
gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrik diproduksi oleh sel G
yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik
untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang
disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion
natrium, kalium dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Trunkus vagus mencabang ramus gastrik, pilorik, hepatik dan
seliaka. Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi
selektif merupakan tindakan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splangnikus major
dan ganglia seliakum. Serabut-serabut aferen mengantarkan impuls nyeri yang
dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot dan peradangan, dan dirasakan di
daerah epigastrium. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan
sekresi lambung. Pleksus saraf mesenterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktifitas
motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai di lambung dan pancreas (serta hati, empedu,
dan limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua
cabang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria
pancreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini
dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang
berasal dari pancreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan ke hati
melalui vena porta.
b. Fisiologi
Fungsi motorik dan pencernaan lambung meliputi:
1) Fungsi motorik
a) Fungsi reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi
sedikit dicernakan dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan
volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos;
diperantarai oleh saraf saraf vagus dan dirangsang oleh gastrin.
b) Fungsi mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melalui kotraksi otot yang mengelilingi
lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar.
c) Fungsi pengosongan lambung
Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus dipengaruhi oleh
viskositas, volume, keasaman, aktifitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh
emosi, obat-obatan, dan kerja. Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan
hormonal.
2) Fungsi pencernaan dan fungsi sekresi
a) Pencernaan protein
Pencernaan protein oleh pepsin dan HCI dimulai di sini;
pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil
peranannya.
b) Sintesis dan pelepasan gastrin
Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang
dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
c) Sekresi faktor intrinsik
Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12
dari usus halus bagian distal.
d) Sekresi mukus
Membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
Fungsi motorik terdiri atas penyimpanan, pencampuran, dan
pengosongan kimus (makanan yang bercampur dengan sekret lambung) ke dalam
duodenum. Pengertian tentang regulasi dan pengawasan sekresi lambung penting
untuk mengetahui patogenesis dan pengobatan tukak lambung secara rasional.
Pengaturan Sekresi Lambung
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase
sefalik, gastrik dan intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum
makanan masuk lambung, yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikir, atau
mengecap makanan. Fase ini diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan
dihilangkan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal
dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan
melalui saraf vagus ke lambung. Hasilnya, kelenjar gastrik dirangsang
mengeluarkan asam HCI, pepsinogen dan menambah mukus.Fase sefalik menghasilkan
sekitar 10 % dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus.
Distensi yang terjadi pada antrum menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis
dari reseptor-reseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju
medula melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus;
impuls-impuls ini merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung juga
merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian
dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi.
Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan
terutama oleh protein makanan dan alkohol. Gastrin adalah stimulus utama
sekresi asam hidroklorida.
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari dua pertiga
sekresi lambung total setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari
total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2.000 ml. Fase gastrik
dapat terpengaruh pada reseksi bedah antrum pilorus, sebab di tempat inilah
gastrin diproduksi.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke
duodenum. Fase sekresi lambung ini diduga sebagian besar bersifat hormonal.
Adanya protein yang telah dicerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang
pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan hormon terus-menerus
mensekresikan cairan lambung. Tetapi, peranan usus kecil sebagai penghambat
sekresi lambung jauh lebih besar.
Distensi usus halus menimbulkan ferleks entrogastrik, diperantarai
oleh pleksus mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan
pengosongan lambung. Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak dan hasil-hasil
pemecahan protein menyebabkan pengeluaran beberapa hormon usus. Sekretin,
klesitokinin (CCK, cholecytokinin), dan peptida penghambat gastrik (GIP),
semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
Selama periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan)
sewaktu pencernaan tidak terjadi dalam usus, sekresi asam klorida terus
berlangsung dengan kecepatan lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Ini disebut
pengeluaran asam basal (BAO, basal acid output) dan dapat diukur dengan
pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12 jam sekresi lambung normal
selama periode ini terutama terdiri mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam.
Tetapi, rangsang emosional kuat, dapat meningkatkan BAO melalui saraf
parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
tukak lambung.
2. Definisi
a. Karsinoma gaster merupakan tumor ganas lambung yang
paling banyak tergolong adenokarsinoma. (Soeparman & Sarwono Waspadji,
1990)
b. Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma
gastrointestinal yang paling sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,4 %
kematian akibat kanker. (Price & Wilson, 1995)
c. Karsinoma gaster adalah gangguan sel gaster yang
dalam waktu lama terjadi mutasi sel gaster. (Sjamsuhidajat & Wim De Jong,
1997)
d. Karsinoma gaster merupakan mutasi sel gaster yang
kebanyakan menyerang antrum gaster dan merupakan kanker adenokarsinoma. (Baughmen
& JoAnn, 2000)
3. Etiologi
Penyebab karsinoma gaster(kanker lambung) tidak diketahui
secara pasti, tetapi dikenal faktor-faktor predisposisi tertentu. Faktor
genetik berperan penting, sebagai contoh kanker lambung lebih sering pada orang
dengan golongan darah A. Faktor yang tak kalah berperan penting pula adalah
faktor geografis dan lingkungan, dibuktikan kanker lambung sangat sering
terdapat di Jepang, Chili, dan Islandia. Faktor lain yang turut mempengaruhi
antara lain seperti makanan, alkohol, aklorhidria, dan merokok.
4. Patofisiologi
Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma lambung yang
paling sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6 % dari semua kematian akibat
kanker. Laki-laki lebih sering terserang dan sebagian besar kasus timbul
setelah usia 40 tahun.
Penyebab kanker lambung tidak diketahui tetapi dikenal
faktor-faktor predisposisi tertentu. Faktor genetik memegang peranan penting,
dibuktikan karsinoma lambung lebih sering terjadi pada orang dengan
golongan darah A. Selain itu faktor ulkus gastrikum adalah salah satu faktor
pencetus terjadinya karsinoma gaster.
Pada stadium awal, karsinoma gaster sering tanpa gejala
karena lambung masih dapat berfungsi normal. Gejala biasanya timbul setelah
massa tumor cukup membesar sehingga bisa menimbulkan gangguan anoreksia, dan
gangguan penyerapan nutrisi di usus sehingga berpengaruh pada penurunan berat
badan yang akhirnya menyebabkan kelemahan dan gangguan nutrisi. Bila kerja usus
dalam menyerap nutrisi makanan terganggu maka akan berpengaruh pada zat
besi yang akan mengalami penurunan yang akhirnya menimbulkan anemia dan
hal inilah yang menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan penurunan pemenuhan
kebutuhan oksigen di otak sehingga efek pusing sering terjadi.
Pada stadium lanjut bila sudah metastase ke hepar bisa
mengakibatkan hepatomegali. Tumor yang sudah membesar akan menghimpit atau
menekan saraf sekitar gaster sehingga impuls saraf akan terganggu, hal ini
lah yang menyebabkan nyeri tekan epigastrik.
Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada
rektum, dan kelenjar limfe supraklavikuler kiri (Limfonodi Virchow) yang
membesar menunjukkan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar. Bila terdapat
ikterus obstruktiva harus dicurigai adanya penyebaran di porta hepatik.
Kasus stadium awal yang masih dapat dibedah untk tujuan
kuratif memberikan angka ketahanan hidup 5 tahun sampai 50 %. Bila telah ada
metastasis ke kelenjar limfe angka tersebut menurun menjadi 10 %. Kemoterapi
diberikan untuk kasus yang tidak dapat direseksi atau dioperasi tidak radikal.
Kombinai sitostatik memberikan perbaikan 30-40% untuk 2-4 bulan.
Pembedahan dilakukan dengan maksud kuratif dan paliatif.
Untuk tujuan kuratif dilakukan operasi radikal yaitu gastrektomi (subtotal atau
total) dengan mengangkat kelejar limf regional dan organ lain yang terkena.
Sedangkan untuk tujuan paliatif hanya dilakukan pengangkatan tumor yang
perforasi atau berdarah. (Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 1997)
5. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal, karsinoma lambung sering tanpa gejala
sebab lambung masih dapat berfungsi normal. Gejala biasanya timbul setelah
massa tumor cukup besar sehingga untuk menimbulkan gangguan aktivitas motorik
pada suatu segmen lambung, gangguan pasase, infiltrasi tumor di alat sekitar
lambung atau terjadi metastatis.
Kalau massa tumor sudah besar, keluhan epigastrium biasanya
samar-samar seperti rasa berat dan kembung. Akhirnya terjadinya anoreksia,
cepat kenyang dan penurunan berat badan. Kelemahan ada kaitannya dengan
anoreksia dan penurunan berat badan. Anemia terjadi karena kehilangan darah
kronik, tetapi perdarahan masif jarang ditemukan. Adanya disfagia harus
dicurigai disebabkan oleh tumor di kardia atau fundus. Karsinoma di dekat
pilorus dapat memberikan tanda obstruksi.
Adanya nyeri perut, hepatomegalia, asites, teraba massa pada
colok dubur, dan kelenjar limfe supraklavikuler kiri (limfonodi Virchow) yang
membesar menunjukkan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar. Bila terdapat
ikterus obstruktiva harus dicurigai adanya penyebaran di porta hepatik.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Foto kontras ganda lambung memberikan kepekaan diagnostik
sampai 90 %. Dicurigai adanya keganasan bila ditemukan deformitas, tukak, atau
tonjolan di lumen.
Gastroskopi dengan biopsi multipel dan pemeriksaan sitologi
terhadap bahan sikatan tukak diperlukan untuk kepastian diagnostis. Untuk
menilai stadium penyakit, di samping pemeriksaan jasmani dengan teliti
diperlukan foto paru, uji fungsi hati, pemayaran hati dan limpa, serta
pemeriksaan tulang.
Diagnosis dini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan tahunan
pada kelompok resiko tinggi umpamanya penderita tukak lambung yang punya
riwayat keluarga yang menderita keganasan. Dengan cara tersebut dapat ditemukan
kasus-kasus pada stadium awal sehingga kesembuhan mencapai 90 %.
7. Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan dengan maksud kuratif dan paliatif.
Untuk tujuan kuratif dilakukan operasi radikal yaitu gastrektomi (subtotal atau
total) dengan mengangkat kelejar limf regional dan organ lain yang terkena.
Sedangkan untuk tujuan paliatif hanya dilakukan pengangkatan tumor yang
perforasi atau berdarah atau mungkin hanya sekedar membuat jalan pintas
lambung.
Kemoterapi diberikan untuk kasus yang tidak dapat direseksi
atau dioperasi tidak radikal. Kombinai sitostatik memberikan perbaikan 30-40%
untuk 2-4 bulan (5 FU, adriamisin dan mitromisin).
8. Komplikasi
a. Hepatomegali
Hepatomegali terjadi sebagai akibat dari metastase sel
gaster ke hepar sehingga menyebabkan terjadinya hepatomegali.
b. Limfonodi Virchow
Limfonodi Virchow atau kelenjar limfe supraklavikuler kiri
yang membesar menunjukkan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar/metastase ke
kelenjar limfe.
c. Ikterus Obstruktiva
Ikterus obstruktiva terjadi sebagai akibat dari metastase
sel gaster ke porta hepatik.
(Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 1997)
B. Konsep Dasar Keperawatan
Pada tahap ini, penulis menguraikan secara teoritis tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan karsinoma gaster menggunakan metode
proses keperawatan yang terdiri dari lima langkah, yakni : pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Namun selanjutnya, penulis
merevisi implementasi dan evaluasi, menggantinya dengan perencanaan pulang
karena implementasi dan evaluasi pada tinjauan teoritis kurang tepat untuk
penatalaksanaan selanjutnya di rumah.
Konsep dasar keperawatan adalah suatu metode yang sistematis
respon manusia terhadap masalah-masalah kesehatan berhubungan dengan pasien,
keluarga, orang terdekat, atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan
distribusi perawat dalam mengurangi atau mengatasi masalah-masalah pasien
(Allen, VC, 1998).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan upaya untuk mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis mulai
dari pengumpulan data, identifikasi, dan evaluasi status kesehatan pasien
(Nursalam, 2001).
Rencana asuhan keperawatan pedoman dan perencanaan dan
pendokumentasian tujuan perawatan pasien (Doenges, 1999), dasar data pengkajian
pasien adalah :
a. Aktifitas/istirahat
Gejala : Kelemahan dan/atau keletihan.
Perubahan pada pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur pada
malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur
misalnya, nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen
lingku-
ngan , tingkat stres tinggi.
b. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan: Perubahan pada TD.
c. Integritas ego
Gejala : Faktor stres (keuangan, pekerjaan,
perubahan peran) dan cara
mengatasi stres (misalnya, merokok, minum alkhol,
menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/spritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya,
alo- pesia, lasi cacat, pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa,
tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan
kontrol, pen depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola defekasi misalnya, darah
pada feses, nyeri pada defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius misalnya, nyeri atau
rasaterbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (misalnya, rendah serat,
tinggi lemak, a- ditif, bahan pengawet).
Anoreksia, mual muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan hebat,
ka- keksia, berkurangnya massa otot.
Tanda : Perubahan pada keelembaban/turgor kulit; edema.
f. Neurosensori
Gejala : Pusing; sinkope.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi
misalnya, ketidaknya- manan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan
proses
penyakit).
h. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan
seseorang yang merokok).
Pemajanan abses.
i. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda : Demam.
Ruam kulit, ulserasi.
j. Seksualitas
Gejala : Masalah seksual misalnya, dampak pada
hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual
dini.Herpes genital.
k. Interaksi sosial
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
Riwayat perkawinan 9berkenaan dengan kepuasan di
rumah, dukungan, atau bantuan).
Masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap komunitas kesehatan/proses kehidupan
yang aktual/potensial (Allen, VC., 1998).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan
potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman dia mampu dan mempunyai
kewenangan memberikan tindakan keperawatan. (Nursalam, 2001)
Untuk menyusun prioritas masalah penulis mengacu pada hirarki
kebutuhan dasar manusia. Hirarki yang biasa digunakan adalah:
a. Hirarki “ Maslow “ (1960) dalam (Nursalam, 2001)
membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu: kebutuhan fisiologis, rasa aman dan
nyaman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri.
Aktualisasi diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Rasa aman dan nyaman
Kebutuhan fisiologis O2, CO2, elektrolit, makanan.
Keterangan :
1. Kebutuhan Fisiologi
Contoh: O2, CO2, elektrolit, makanan, seks
2. Rasa aman dan nyaman
Contoh: Merasa aman tinggal di rumah sakit dan merasa
dilindungi oleh perawat serta merasa nyaman dengan pelayanan perawat.
3. Mencintai dan dicintai
Contoh: Kasih sayang, mencintai dan dicintai
4. Harga diri
Contoh: Merasa dihargai dan diterima dalam lingkungan
masyarakat
5. Aktualisasi diri
Contoh: Ingin diakui, berhasil, dan menonjol.
(Smeltzer dan Bare, 2000)
b. Hirarki “Kalish” (1983), menjelaskan kebutuhan
maslow lebih mendalam dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan
untuk bertahan hidup dan stimulasi.Dikutip dari iyet, et al, 1996 dalam
(Nursalam, 2001).
Diagnosa keperawatan dapat berupa aktual maupun
resiko. Menurut Doenges (1999), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan karsinoma gaster adalah sebagai berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel. (Doenges,
1999)
b. Ketakutan/ansietas b.d krisis situasi (kanker).
(Doenges, 1999)
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d iritasi gaster.
(Doenges, 1999)
d. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh b.d anoreksia, iritasi lambung. (Doenges, 1999)
e. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
f. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit/jaringan b.d perubahan status nutrisi, anemia. (Doenges, 1999)
g. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d
kurangnya informasi. (Doenges, 1999)
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan meliputi perkembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi, dan mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada
diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi. (Nursalam, 2001)
Perencanaan keperawatan menurut Doenges (1999) adalah :
a. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel
Tujuan : Menunjukkan perfusi adekuat
Kriteria hasil:
1) TTV stabil
2) Membran mukosa berwarna merah muda
3) Pengisian kapiler baik (capillary refile <>
Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler,
warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.
Rasional:
Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi. (Doenges, 1999)
2) Seliki keluhan nyeri dada, palpitasi.
Rasional:
Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/potensial
resiko infark. (Doenges, 1999)
3) Awasi upaya pernapasan: auskultasi bunyi napas.
Rasional:
Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung. (Doenges, 1999)
4) Observasi adanya keluhan rasa dingin, pertahankan
suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
Rasional:
Vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi
perifer. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan
kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan
perfusi organ). (Doenges, 1999)
5) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi, bila
pasien sesak napas.
Rasional:
Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan. (Doenges, 1999)
b. Ketakutan/ansietas b.d krisis situasi (kanker).
Tujuan : Berkurang sampai hilangnya rasa takut.
Kriteria hasil:
1) Pasien tampak rileks.
2) Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping
efektif.
Intervensi :
1) Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan.
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistis
serta kesalahan konsep tentang diagnostik. (Doenges, 1999)
2) Pertahankan kontak sering dengan pasien. Bicara
dengan menyentuh pasien bila tepat.
Rasional :
Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau
ditolak; berikan respek dan penerimaan individu, mengembangkan kepercayaan.
(Doenges, 1999)
3) Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang.
Rasional :
Memudahkan istirahat, menghemat energi, dan meningkatkan
kemampuan koping. (Doenges, 1999)
4) Dorong dan kembangkan interaksi pasien dengan sistem
pendukung.
Rasional :
Mengurangi perasaan isolasi. Bila sistem pendukung keluarga
tidak tersedia, sumber luar mungkin diperlukan dengan segera, kelompok
pendukung kanker lokal. (Doenges, 1999)
5) Berikan informasi yang dapat dipercaya dan konsisten
dan dukungan untuk orang terdekat.
Rasional :
Memungkinkan untuk interaksi interpersonal lebih baik dan
menurunkan ansietas dan rasa takut. (Doenges, 1999)
6) Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila
keputusan mayor akan dibuat.
Rasional :
Menjamin sistem pendukung untuk pasien dan memungkinkan
orang terdekat terlibat dengan tepat. (Doenges, 1999)
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d iritasi gaster
Tujuan : Nyeri terkontrol
Kriteria hasil :
1) Ekspresi wajah rileks.
2) Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi
dan aktifitas hiburan.
Intervensi :
1) Tentukan riwayat nyeri, misalnya lokasi nyeri,
frekuensi, durasi, dan intensitas (skala 0-10), tindakan penghilangan yang
digunakan.
Rasional :
Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan/keefektifan intervensi. Catatan : Pengalaman nyeri adalah individual
yang digabungkan dengan baik respons fisik dan emosional. (Doenges, 1999).
2) Evaluasi/sadari terapi tertentu misalnya pembedahan,
radiasi, kemoterapi, bioterapi. Anjarkan pasien/orang terdekat apa yang
diharapkan.
Rasional :
Ketidaknyaman rentang luas adalah umum (misalnya nyeri
insisi, kulit terbakar, nyeri punggung bawah, sakit kepala) tergantung pada
prosedur/agen yang digunakan. (Doenges, 1999)
3) Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya
reposisi) dan aktifitas hiburan (misalnya menonton televisi).
Rasional :
Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali
perhatian. (Doenges, 1999).
4) Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri
(misalnya teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi), tertawa, musik,
dan sentuhan terapeutik.
Rasional :
Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan
meningkatkan rasa kontrol. (Doenges, 1999)
5) Evaluasi penghilangan nyeri/kontrol. Nilai aturan
pengobatan bila perlu.
Rasional :
Tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh
minimum. (Doenges, 1999)
d. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh b.d anoreksia, iritasi lambung.
Tujuan : Kebutuhan tubuh akan nutrisi adekuat
terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Berat badan mengalami peningkatan.
2) Tidak adanya mual
Intervensi :
1) Pantau masukan makanan setiap hari.
Rasional :
Mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi. (Doenges,
1999)
2) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kaya nutrien
dengan masukan cairan adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan
sering/lebih sedikit yang dibagi-bagi selama sehari.
Rasional :
Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan
(untuk menghilangkan produk sisa). Suplemen dapat memainkan peran penting dalam
mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat. (Doenges, 1999)
3) Kontrol faktor lingkungan (misalnya bau kuat/tidak
sedap atau kebisingan. Hindari terlalu manis, berlemak atau makanan pedas.
Rasional :
Dapat mengidentifikasi respons mual/muntah. (Doenges, 1999)
4) Dorong penggunaan teknik relaksasi, visualisasi,
bimbingan imajinasi latihan sedang sebelum makan.
Rasional :
Dapat mencegah awitan atau menurunkan beratnya mual,
penurunan anoreksia, dan memungkinkan pasien meningkatkan masukan oral.
(Doenges, 1999).
5) Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anoreksia
Rasional :
Sering sebagai sumber distress emosi, khususnya untuk orang
terdekat yang menginginkan untuk memberi makan pasien dengan sering. Bila
pasien menolak, orang terdekat dapat merasakan ditolak/frustasi. (Doenges,
1999)
e. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : Pasien melaporkan peningkatan toleransi
aktifitas.
Kriteria hasil:
1) TTV dalam batas normal
2) Saturasi dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan
otot.
Rasional:
Menunjukkan perubahan neuroloi karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/resiko cedera. (Doenges, 1999)
2) Awasi TTV selama dan sesudah aktivitas. Catat
respons terhadap aktivitas (misalnya peningkatan denyut jantung/TD, disritmia,
pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya).
Rasional:
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa pulang jumlah oksigen adekuat ke jaringan. (Doenges, 1999)
3) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau
terhadap pusing.
Rasional:
Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut, dan peningkatan resiko cedera. (Doenges, 1999)
4) Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu,
memungkinkan pasien untuk melakukan sebanyak mungkin.
Rasional:
Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien
melakukan sesuatu sendiri. (Doenges, 1999)
5) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila
palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
Rasional:
Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/stress dapat
menimbulkan dekompensasi/kegagalan. (Doenges, 1999)
f. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit/jaringan b.d perubahan status nutrisi, anemia.
Tujuan : Mencegah terjadinya integritas kulit
Kriteria hasil :
1) Elastisitas kulit terkontrol
2) Tidak adanya lecet/luka
Intervensi :
1) Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping
terapi kanker; perhatikan kerusakan/pelambatan penyembuhan luka. Tekankan
pentingnya melaporkan area terbuka pada pemberi perawatan.
Rasional :
Efek kemerahan dan/ atau kulit samak (reaksi radiasi) dapat
terjadi pada dalam area radiasi. Deskuamasi kering (kekeringan dan pruiritus),
deskuamasi lembab (lepuh) ulserasi, kehilangan rambut, kehilangan dermis, dan
kelenjar keringat juga dapat terlihat. Selain itu, reaksi kulit (mis.,ruam
alergi, hiperpigmentasi, pruritus, dan olopesia) dapat terjadi pada beberapa
agen kemoterapi. (Doenges, 1999)
2) Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan
menepuk kulit yang kering daripada menggaruk.
Rasional :
Membantu mencegah friksi/trauma kulit. (Doenges, 1999).
3) Ubah posisi klien dengan sesering mungkin
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada
kulit/jaringan yang tidak perlu. (Doenges, 1999)
4) Anjurkan menggunakan pakaian lembut dan longgar pada
area tersebut; biar pasien menghindari menggunakan bra bila ini memberikan
tekanan.
Rasional :
Kulit sangat sensitif selama pengobatan dan setelahnya ; dan
semua iritasi harus dihindari untuk mencegah cedera dermal. (Doenges, 1999)
5) Beri salep topikal mis., sulfadiazin perak
(silvadene) dengan tepat.
Rasional :
Mungkin diguna untuk mencegah infeksi/memudahkan penyembuhan
bila terjadi luka bakar kimia (ekstravasasi). (Doenges,1999)
g. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d
kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien beserta keluarga menyatakan pemahaman
mengenai proses penyakit, program pengobatan, dan
potensial komplikasi.
Kriteria hasil :
1) Mengidentifikasi perilaku/perubahan pola hidup untuk
mencegah komplikasi.
2) Mengenali kebutuhan untuk kerja sama dan mengikuti
perawatan.
Intervensi :
1) Tinjau ulang dengan pasien/orang terdekat pemahaman
diagnosa khusus, alternatif pengobatan, dan sifat harapan.
Rasional :
Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi
kebutuhan belajar, dan memberikan dasar pengetahuan di mana pasien membuat
keputusan berdasarkan informasi. (Doenges, 1999)
2) Berikan materi tertulis tentang kanker, pengobatan,
dan ketersediaan faktor pendukung.
Rasional :
Ansietas dan berpikir terus menerus dengan pikiran tentang
kehidupan dan kematian sering mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengasimilasi
informasi adekuat. Materi tertulis, yang dibawa pulang memberi penguatan dan
klarifikasi tentang informasi sesuai kebutuhan pasien. (Doenges, 1999)
3) Tinjau ulang aturan pengobatan khusus dan pnggunaan
obat yang dijual bebas.
Rasional :
Meningkatkan kemampuan untuk mengatur perawatan diri dan
menghindari potensial komplikasi, reaksi/interaksi obat. (Doenges, 1999)
4) Tinjau ulang dengan pasien/orang terdekat pentingnya
mempertahankan status nutrisi optimal.
Rasional :
Meningkatkan kesejahteraan, memudahkan pemulihan dan
memungkinkan pasien mentoleransi pengobatan. (Doenges, 1999)
5) Anjurkan meningkatkan masukan cairan dan serat dalam
diet serta latihan teratur.
Rasional :
Memperbaiki konsistensi feses dan merangsang peristaltik.
(Doenges, 1999)
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. (Nursalam, 2001)
Dalam tahap pelaksanaan ini, perawat berperan sebagai
pelaksana keperawatan, memberi support, pendidik, advokasi, konselor dan
penghimpunan data. (Carpenito, 1999)
5. Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2001)
Evaluasi terdiri dari 2 jenis, yaitu :
a. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi
jangka pendek atau evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan secepatnya
setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif biasa disebut evaluasi hasil, evaluasi
akhir dan evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan di akhir tindakan
keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalam memonitor
kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya
menggunakan format “SOAP” (Nursalam, 2001)
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik dalam
rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
hasil perbandingan, dan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi
yaitu masalah teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian, masalah tidak
dapat teratasi, dan timbulnya masalah baru.
6. Perencanaan Pulang
a. Apa bila belum dilakukan tindakan operasi
1) Apa bila nyeri lambung atau sakit ulu hati timbul
atau kambuh kembali tindakan awal untuk mengatasi nyeri bisa dilakukan kompress
hangat, dan apa bila nyeri tidak berkurang segera ke petugas kesehatan setempat
untuk meminta obat.
2) Apa bila mual segera minum obat yang telah diberikan
untuk anti muntah (anti emetik).
b. Apa bila sudah dilakukan tindakan operasi
1) Untuk pengangkatan tumor/kanker lambung, untuk
sementara dalam proses pemulihan penyembuhan luka op, batasi aktifitas fisik
yang berat.
2) Untuk mencegah atrofi otot-otot tertentu bisa
dilakukan aktifitas ringan dengan berjalan pelan-pelan jangan sampai cape.
7. Dokumentasi
Dalam memberikan asuhan keperawatan penulis membuat
pendokumentasianyang ditujukan pada klien dengan ca Gaster. Pendokumentasian
ini dilakukan dari awal pada tahap pengkajian sampai pada tahap
evaluasi dan sebagai alat komunikasi antara orang yang satu
dengan yang lain. Hal ini penting karena asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien dengan Ca Gaster membutuhkan catatan dan pelaporan yang dapat
digunakan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dari berbagai kemungkinan
masalah yang dialami klien. (A. Azizi Alimun Hidayat, 2001)
0 komentar:
Posting Komentar